Selasa, 10 Januari 2012

SDM Dipersimpangan Jalan!


A. Pendahuluan
Sebagai suatu Organisasi yang menjadikan SDM harta satu-satunya yang paling berharga, sudah selayaknya kita menjadikan SDM ini sebagai salah satu isu utama dakwah ini.  Namun yang terjadi jauh panggang dari api, jangankan terpikir untuk mengembangkan SDM, data SDM yang seharusnya menjadi dasar untuk mengembangkannya pun kita tidak memilikinya, ataupun kalau memiliki tetapi tidak up to date.

Biro pembinaan kader (BPK) sebagai tulang punggung pembinaan kader sudah sepatutnya mendapatkan dukungan tak terbatas dari qiyadah di wilayahnya masing-masing. Memberikan dukungan tak terbatas dengan arti kata memberikan kebebasan untuk berimprovisasi mencari pendekatan dan metode baru untuk menyiapkan kader-kader yang muntijah.  

Fakta di lapangan menunjukan pertambahan kader dakwah belum diimbangi dengan perangkat-perangkat pembinaan yang memadai. Hal ini terbukti dengan banyaknya agenda tarbawi yang belum terlaksana, dan permasalahan-permasalahan yang belum tertangani dengan baik. Agenda yang belum terlaksana seperti pertemuan murobbi, talaqqi madah tarbiyah dsb. Permasalahan yang tak tertangani dimaksud di atas, mulai dari permasalahan yang bersifat klasik (contoh: ekonomi kader) s.d. permasalahan   yang bersifat unik (contoh: konflik antar kader )   

B. Isu-isu Utama
  1. Pendataan SDM
Kondisi yang perlu kita cermati adalah betapa banyak pendataan dilakukan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir ini yang tidak pernah diketahui ‘nasib’ /hasilnya. Pendataan selalu menjadi “kewajiban” tetapi hasilnya seakan-akan  “makruh” untuk menjadi suatu data yang berguna.

Dalam kondisi khusus pendataan berhasil dilakukan dalam skala kecil namun tidak jarang ditemukan kekurangan yang mendasar antara lain:
    1. Data belum tertata dengan baik
Data yang dihasilkan belum mengisyaratkan penataan yang serius, data lebih bersifat  karena adanya kebutuhan sesaat. Dan tidak ada intensi untuk menjadikan data tersebut data dengan kebutuhan jangka panjang. 
    1. Data belum dapat digunakan untuk tujuan yang sifatnya multi fungsi (Multiple Purposes)
Data yang baik adalah data yang dapat digunakan untuk banyak tujuan. Data yang ideal adalah data yang tidak hanya dapat digunakan dalam kondisi normal namun juga telah mengantisipasi kondisi-kondisi yang tidak normal atau darurat. Selain itu semakin majunya zaman dan kebutuhan kader, maka banyak kondisi yang menyebabkan kebutuhan data akan menjadi lebih rinci.
           
Contoh data yang memuat secara rinci adalah :
a.       Terkait dengan penghasilan; mengukur financial safety net (jaring pengaman sosial) bagi keluarga SDM dakwah pada sebuah wilayah.
b.      Terkait dengan jumlah anak dan usianya: untuk mengukur kebutuhan biaya pendidikan anak-anak SDM dakwah dan bagaimana cara menanggulanginya dalam hal terdapat anak SDM dakwah yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak.
c.       Terkait dengan kebutuhan belanja harian rumah tangga SDM dakwah: untuk menyiapkan barang konsumsi dilingkungan komunitas SDM dakwah.
d.      Pendidikan terakhir dan kompetensi yang dimiliki: untuk menyiapkan pasar tenaga kerja bagi SDM dakwah yang sedang/akan mengalami kondisi menganggur atau bagi SDM dakwah yang memiliki informasi/lowongan  lapangan kerja.

  1. Kebutuhan SDM di Wilayah Dakwah
Selama ini kebutuhan kader selalu dihitung berdasarkan target suara untuk memenangkan Pemilu. Pada banyak tempat target suara tersebut tidak sepenuhnya tercapai. Sepertinya perlu diusulkan pendekatan baru untuk melengkapi perhitungan target suara yang sudah ada. Dalam risalah ini diusulkan pendekatan baru yang akan dilakukan untuk menghitung kebutuhan SDM  di suatu wilayah dakwah.
Pendekatan ini dilakukan melalui serangkaian pengumpulan data yang ada di suatu wilayah, tahapan yang dilakukan adalah:   
a.       Melakukan Analisis Wilayah
Analisis ini dapat dilakukan dengan melalui metode-metode analisis yang ada seperti SWOT analisis atau lainnya. Tujuan dari analisis ini adalah mengukur seberapa besar kekuatan, kelemahan, potensi, dan tantangan dakwah pada suatu wilayah yang pada akhirnya akan dihubungkan dengan kemampuan kader dakwah untuk meng-up grade dirinya dalam suatu kurun waktu tertentu.
Mungkin saja kebutuhan kader dengan menggunakan analisis ini akan sama dengan target untuk memenangkan Pemilu. Namun sepertinya angka yang akan dihasilkan tidak akan pernah lebih besar dari target suara pencapaian Pemilu.  
                                   
b.      Analisis  Piramida Dakwah Ideal
Berdasarkan analisis wilayah yang dilakukan di atas, out putnya  adalah  susunan suatu piramida dakwah yang ideal pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Setiap kader diharapkan menempati posisi yang sesuai dan bertanggung jawab atas kewajiban-kewajiban yang melekat dalam posisinya tersebut. 

Dengan piramida ideal ini seorang al akh tahu dimana posisinya dan akan bercermin serta mengukur kemampuan dirinya untuk melaksanakan tugasnya. Di samping itu, dengan adanya piramida ideal ini setiap al akh tahu berapa “hutangnya” kepada jamaah ini.  

Misalnya dalam suatu wilayah, Piramida yang seharusnya:
a.       Jika Terdapat jenjang Dewasa 1 orang
b.      Maka seharusnya Terdapat jenjang Madya  10 orang
c.       Maka seharusnya Terdapat jenjang Muda 100 orang
d.      Maka seharunya Terdapat jenjang Mula 1000 orang
e.       Maka seharusnya Terdapat Simpatisan 10.000 orang
f.       Total suara pada Pemilu minimal adalah: 11.111 orang

Jika seandainya terdapat seorang SDM dakwah dengan jenjang mula maka ia harus memiliki binaan simpatisan sekurang-kurangnya 10 orang. Simpatisan adalah anggota majelis ta’lim atau jamaah masjid yang dikelola secara aktif oleh sang kader.


c.       Menyusun dan membandingkan Piramida yang riil Vs Piramida ideal
Langkah selanjutnya adalah membandingkan antara piramida ideal yang terdapat pada nomor dua di atas dengan piramida riil/kondisi kader riil yang ada. Dengan membandingkannya maka kita dapat mengetahui berapa target kader yang masih perlu diraih dan diposisikan di dalam piramida tersebut. Langkah berikutnya adalah menyusun serangkaian kegiatan yang diprogram baik secara struktural, tanzhimiyah, ataupun wajihah amal dengan  mempertimbangkan target tersebut.
Misalnya dalam suatu wilayah, Piramida yang riil:
i.        Terdapat jenjang Dewasa 1 orang
ii.      Terdapat jenjang Madya  8 orang, hutang kader pada jenjang ini 2 orang
iii.    Terdapat jenjang Muda 80 orang, hutang kader pada jenjang ini 20 orang
iv.    Terdapat jenjang Mula 800 orang, hutang kader pada jenjang ini 200 orang
v.      Terdapat Simpatisan 8000 orang, hutang target pada orbit ini 2000 orang
vi.    Total hutang suara pada Pemilu minimal adalah: 2.222 orang

  1. Sistem dan prosedur rekruitmen
Rekrutmen di suatu wilayah pada era siyasi ini memang “susah-susah-gampang.” Akan jadi susah kuadrat jika kita menggunakan cara-cara konvensional, namun akan menjadi gampang jika menggunakan cara-cara yang sedikit memutar otak. Cara-cara lama melalui dawroh rekrutmen bukan berarti usang dan tidak ampuh. Namun perlu dipertimbangkan juga cara-cara baru yang diharapkan dapat melengkapi cara-cara lama dimaksud.  
a.       Membentuk dan mengoptimalkan wajihah amal
Memberikan sarana dan prasana bagi masyarakat untuk dilayani  dan melayani merupakan salah satu cara guna menarik minat masyarakat kepada dakwah. Tidak sedikit anggota masyarakat dengan tulus ikhlas memberikan pelayanan kepada sesamanya walaupun ia dikategorikan bernasib sama dengan yang dilayaninya. Mereka inilah yang lebih mudah direkrut oleh dakwah kita, baik sebagai kader maupun sebagai simpatisan dakwah.

Sudah banyak wajihah amal yang dibuat oleh SDM dakwah yang berskala nasional, namun masih sedikit yang berskala lokal. Mungkin sudah saat nya kita mencoba untuk membangun dan mempraktikkan sendiri betapa memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat merupakan cara yang paling ampuh untuk merekrut kader dan simpatisan dakwah. Mari kita belajar dari kasus kemenangan Partai Keadilan dan Pembangunan di Turki yang mendapatkan dukungan luas dari masyarakat, yang termasuk di dalamnya para PSK (pekerja seks komersil), dengan satu alasan karena mereka merasa terlindungi apabila mereka pulang di malam hari!
  
b.      Koordinasi antar wajihah/wajihah amal
Pada satu wilayah yang terdapat wajihah amal, sering ditemukan adanya wajihah amal yang berjalan sendiri-sendiri alias tidak sinergi. Setidaknya sudah ada satu kata komentar untuk  hal ini, yaitu “tidak efisien”.  Belum lagi jika kita menilai efektivitasnya. Mungkin saja tidak efektif!

Idealnya kita berupaya antar wajihah amal melakukan tugas di segmennya masing-masing dengan mengarah kepada satu hal, yaitu: nasyruddakwah. Seharusnya ada koordinasi yang memadai agar tugas-tugas rekrutmen dapat terbagi secara adil antar wajihah yang ada.

c.       Rekrutmen sesuai dengan piramida dakwah ideal
Setiap rekrutmen yang dilakukan hendaknya berpedoman kepada piramida dakwah ideal yang telah disepakati bersama oleh Aktivis Dakwah. Hal ini agar rekrutmen dakwah dapat terarah dan terukur pencapaiannya. Piramida Ideal yang dimaksud adalah sesuai dengan  angka 2 butir c di atas.

  1. Sistem dan prosedur pengembangan SDM
a.       Pengembangan SDM sesuai kebutuhan jama’ah
Jamaah yang ideal adalah yang mayoritasnya memiliki pendidikan dan kompetensi yang memadai. Kalau saja ada piramida ideal terkait dengan jumlah kader, tentu perlu dikreasikan adanya piramida ideal terkait dengan pendidikan dan kompetensi kader.

Untuk masa mendatang perlu dibuat  arsitektur pendidikan aktivis dakwah (APA) di suatu wilayah. Memang tugas BPK terkait dengan hal ini akan berat. Namun kalau tidak dilakukan akan menjadi masalah bagi berjalannya aktivitas dakwah. Sebagaimana piramida ideal, pendidikan aktivis dakwah juga harus berjenjang sesuai dengan kebutuhan/analisis beban kerja struktural di wilayah dakwah.
 Misalnya dalam suatu wilayah, Piramida riil:
i.        Terdapat jenjang S2: 1 orang
ii.      Terdapat jenjang S1:  5 orang,
iii.    Terdapat jenjang SMA: 25 orang,
iv.    Terdapat jenjang SMP: 50 orang,
v.      Terdapat SD: 100 orang

Berdasarkan analisis kebutuhan wilayah dakwah, Piramida yang ideal sekurang-kurangnya untuk merngurusi dakwah adalah:
i.        Seharusnya jenjang S2: 2 orang, hutang kader pada jenjang ini 1 orang
ii.      Seharusnya jenjang S1:  10 orang, hutang kader pada jenjang ini 5 orang
iii.    Seharusnya jenjang SMA: 50 orang, hutang kader pada jenjang ini 25 orang
iv.    Seharusnya jenjang SMP 100 orang, hutang kader pada jenjang ini 50 orang
v.      Seharusnya SD 50 orang. Tidak ada hutang

Dengan cara yang sama dapat dibuat piramida ideal dan piramida riil untuk kompetensi atau kafaah di berbagai bidang.

b.      Mekanisme pengembangan SDM
Terkadang kita menemukan ada SDM yang berijtihad untuk “melarikan diri” dari dakwah dengan alasan sekolah lagi.  Padahal saat itu dakwah di wilayah sedang memerlukan SDM dengan kualitas seperti SDM dakwah tersebut. Akan tidak fair juga jika Dakwah sangat tergantung kepada seseorang sehingga yang bersangkutan tidak dapat mengembangkan diri. Atau akan tidak tepat juga jika setiap SDM dakwah berlomba-lomba untuk tidak meningkatkan kualitasnya (melalui sekolah lagi) dengan alasan dakwah memerlukan tenaga dan pikirannya, karena hal ini akan menimbulkan kerugian bagi dakwah sendiri. 

Sepertinya perlu dibuat suatu mekanisme guna mengembangkan SDM kita dengan menetapkan sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut:
                                      i.            Menyiapkan SDM dakwah pengganti dengan kualifikasi sama jika ada SDM yang melanjutkan sekolah.
                                    ii.            Disusun jadwal pengembangan bagi SDM yang ingin melanjutkan studinya dengan mendapatkan dispensasi dari BPK untuk tidak mengikuti agenda-agenda dakwah tertentu.
                                  iii.            Memotivasi SDM untuk meningkatkan kemampuannya baik dengan inisiatif individu maupun dengan difasilitasi oleh jamaah.

c.       Pendidikan dan kemampuan SDM sebagai salah satu prasyarat dalam memberikan amanat dakwah
Pada saat ini jenjang keanggotaan menentukan posisi seseorang dalam memegang amanah dakwah. Untuk masa yang akan datang sudah saatnya qiyadah mempertimbangkan untuk membuat kriteria-kriteria akademis dan manajerial bagi amanah-amanah tertentu dalam dakwah.
Tantangan dakwah semakin besar, wajar kiranya kita mempersiapkan pemimpin yang sanggup memegang amanah dakwah. Pemimpin yang memiliki pemahaman islam yang benar dan dilengkapi dengan pendidikan yang layak, back ground manajerial dan pengalaman yang luas. Rasanya tidak fair jika kita memberikan amanah yang berat kepada seseorang yang tidak mampu untuk menanggungnya.

  1. Memanage Agenda secara Proporsional sesuai prioritasnya
a.       Agenda Politis Vs Agenda Tandzhimi (jalur liqo)
Harus ada keseimbangan dalam melaunching agenda politis dalam kaitannya dengan agenda liqo tarbawi. Ingar bingar agenda politik sering kali membungkam banyak agenda sebuah halaqoh tarbawi. Perlu manejemen yang arif dan bijaksana dalam masalah ini.

b.      Agenda Tandzhimi Vs Agenda (idari) Struktural
Harus ada keseimbangan dalam melaunching agenda struktural dalam kaitannya dengan agenda liqo tarbawi. Semangat kerja sebagai sebuah partai politik dengan program strukturalnya sering kali tidak bersinergi dengan program-program halaqoh tarbawi. Perlu koordinasi yang lebih baik dan pemahaman yang memadai dari pejabat struktural dan murobbi yang pada halaqoh tarbawi terkait.

c.       Agenda Da’awi Vs Agenda pribadi
Harus ada skala prioritas individu dalam perjalanan dakwahnya dan kelapangan qiyadah dalam menyikapi agenda-agenda pribadi aktivis dakwah (yang sesuai syariah islam). Untuk berdakwah, aktivis dakwah perlu mengasah kembali ketajaman fikriyahnya. Contoh: kembali ke bangku studi/kuliah atau kembali ke kampung halamnya/tempat lain yang dianggap sang aktivis bisa memberikan kontribusi yang lebih optimal bagi dakwah.

Diharapkan aktivis dakwah setelah itu dapat memberikan solusi yang lebih baik lagi bagi dakwah yang diusungnya. Perlu disusun suatu kebijakan terkait dengan hal ini bukankah Al Qur’an juga mengatur masalah kapan waktu berjihad dan kapan menuntut ilmu?dan bukankah juga para sahabat menyebar ke pelbagai negeri dalam rangka menyebarkan dakwah Islam?

  1. Memposisikan SDM dengan tepat pada setiap lini dakwah
Salah satu pekerjaan yang besar dalam pembinaan kader adalah bagaimana memposisikan SDM yang tepat yang mempertimbangkan kebutuhan dakwah di wilayah yang bersangkutan, keinginan SDM dan kemampuan SDM. Kalau kita cermati bersama seringkali terjadi kasus-kasus ketidaksesuaian (missmatch) antara kebutuhan wilayah dakwah, kemampuan SDM dan keinginan SDM. Hal tersebut selanjutnya dirangkum dalam tabel berikut:



a.       Kebutuhan Wilayah Dakwah Vs Kemampuan SDM

Kebutuhan Dakwah
2

1




4




3

5

Kemampuan SDM

1.      Kondisi dakwah ideal:  dakwah yang kita harapkan terjadi, kebutuhan dakwah yang tinggi dapat dipenuhi oleh SDM yang mumpuni. Umumnya hal ini terjadi di pimpinan atas.
2.      Kondisi dakwah riil:  dakwah yang tidak kita harapkan terjadi, kebutuhan dakwah yang tinggi tidak dapat dipenuhi oleh SDM. Umumnya hal ini terjadi di daerah penetrasi hal ini merupakan kondisi yang umum dihadapi. Solusi: memberikan tambahan SDM yang mampu menggerakkan SDM lainnya dan perangkat-perangkat dakwah yang siap digunakan.
3.      Kondisi dakwah vakum:  dakwah yang tidak kita harapkan terjadi, tidak ada dakwah pada suatu wilayah karena tidak ada SDM yang mampu berdakwah. Solusi: mengirim SDM yang bertindak sebagai pembuka lahan.
4.      Kondisi dakwah pragmatis:  dakwah yang tidak kita harapkan terjadi, kebutuhan dakwah “alakadarnya”  oleh SDM yang memiliki kemampuan juga “alakadarnya”. Umumnya hal ini terjadi di level bawah. Solusi: memberikan tambahan SDM yang mampu menggerakkan SDM lainnya dan perangkat-perangkat dakwah yang siap digunakan.
.
5.      Kondisi dakwah statis:  dimana dakwah yang tidak kita harapkan terjadi, dakwah tidak berkembang/minimalis walaupun banyak SDM yang mumpuni. Umumnya hal ini terjadi di organisasi dakwah yang sudah sedemikian besar. Solusi: tidak menambah SDM namun menyiapkan perangkat-perangkat dakwah yang siap digunakan.



b.      Kemampuan SDM Vs Keinginan SDM


Keinginan SDM
2

1




4




3

5

Kemampuan SDM


1.      Kondisi dakwah ideal:  dakwah yang kita harapkan terjadi, kemampuan SDM sesuai dengan  keinginan SDM dalam melakukan tugas-tugas dakwah.
2.      Kondisi dakwah riil:  dakwah yang tidak kita harapkan terjadi,Keinginan tinggi namun kemampuan SDM belum mampu untuk melaksanakan banyak amanah dakwah. Solusi: Up grade kemampuan SDM.
3.      Kondisi dakwah vakum:  dakwah yang tidak kita harapkan terjadi, dakwah tidak ada karena SDM tidak memiliki kemampuan dan keinginan untuk berdakwah. Solusi: Up grade kemampuan SDM dan memacu keinginan SDM untuk berdakwah.
4.      Kondisi dakwah pragmatis:  dakwah yang tidak kita harapkan terjadi, keinginan dakwah “alakadarnya”  oleh SDM yang memiliki kemampuan juga “alakadarnya”. Umumnya hal ini terjadi di level bawah. Solusi: Up grade kemampuan dan memacu keinginan SDM untuk berdakwah.
5.      Kondisi dakwah statis:  dimana dakwah yang tidak kita harapkan terjadi, Dakwah tidak berkembang, walaupun relatif banyak SDM yang memiliki kemampuan berdakwah namun tidak banyak SDM yang menginginkan kerja dakwah. Solusi: Memacu keinginan SDM untuk berdakwah.


c.       Kebutuhan Wilayah Dakwah Vs Keinginan SDM


Kebutuhan Dakwah
2

1




4




3

5

Keinginan SDM

1.      Kondisi dakwah ideal:  dakwah yang kita harapkan terjadi, kebutuhan Dakwah  cocok dengan keinginan SDM.
2.      Kondisi dakwah riil:  dakwah yang tidak kita harapkan terjadi, kebutuhan dakwah yang tinggi tidak sesuai dengan keinginan SDM, dengan istilah lain SDM yang ada saling mengandalkan atau bermanja-manja. Solusi: Memacu keinginan SDM untuk berdakwah
3.      Kondisi dakwah vakum:  dakwah yang tidak kita harapkan terjadi, dakwah tidak ada karena tidak ada SDM yang ingin berdakwah. Solusi: Memacu keinginan SDM untuk berdakwah
4.      Kondisi dakwah pragmatis:  dakwah yang tidak kita harapkan terjadi, kebutuhan dakwah “alakadarnya” dan dilakukan oleh SDM yang memiliki keinginan juga “alakadarnya”. Umumnya hal ini terjadi di level bawah. Solusi: Up grade kemampuan dan memacu keinginan SDM untuk berdakwah.
5.      Kondisi dakwah statis:  dimana dakwah yang tidak kita harapkan terjadi, dakwah minimalis walaupun relatif banyak SDM yang memiliki keinginan berdakwah. Solusi: Up grade kemampuan dan menyiapkan perangkat yang diperlukan.



Jika kita rangkum maka akan diperoleh matriks sebagai berikut:


Ideal
Riil
Vakum
Pragmatis
Statis
Kebutuhan Dakwah
Tinggi
Tinggi
Rendah
Sedang
Rendah
Kemampuan SDM
Tinggi
Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Keinginan SDM
Tinggi
Tinggi/Rendah
Rendah
Sedang
Rendah/Tinggi
Solusi
-
Up grade Kompetensi
Siapkan perangkat dakwah
Up grade kompetensi
Picu keinginan dakwah
Siapkan perangkat dakwah
Up grade kompetensi
Picu keinginan dakwah
Siapkan perangkat dakwah
Picu keinginan dakwah
Siapkan perangkat dakwah



  1. Sistem dan prosedur penyelesaian masalah yang dialami SDM
Semakin banyak kader, konsekwensinya adalah semakin banyak kemungkinan masalah dan ‘varian masalah’ yang akan dihadapi. Untuk menghadapi kondisi terburuk sudah sepatutnya dibuat suatu tema besar agenda SDM yang terkait dengan bagaimana menyelesaikan masalah yang terkait dengan SDM.

Memang sudah ada Dewan Syariah Daerah/Wilayah terkait dengan permasalahan SDM, namun juga perlu dipertimbangkan untuk menyelesaiakan hal-hal yang kecil yang sebenarnya dapat diselesaikan secara “adat” oleh struktural/tanzhim terkecil dalam suatu wilayah.
 
Pengaturan ini di harapkan dapat memberikan solusi cepat, tepat dan fair bagi aktivis yang mengalaminya. Pengaturan SDM dalam hal ini antara lain adalah yang terkait dengan:
a.       Penyelesaian masalah internal/keluarga SDM;
b.      Penyelesaian masalah sesama SDM;
c.       Penyelesaian masalah SDM dengan  Murabbi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar