Selasa, 10 Januari 2012

HIJRAH : MENUJU KEMENANGAN DIRI DAN UMAT

A. PENDAHULUAN
Tidak terasa tahun baru 1433 H telah tiba. Setahun sudah kita bergelut dengan waktu, di tahun 1432 H. Waktu laksana air yang mengalir ke hilir yang tak pernah lagi kembali ke hulu. Kadang ia membangkitkan gairah dan semangat, kadang ia melenakan kita. Kadang kita tidak menyadari kehadiran waktu dan melupakan nilainya. Oleh karenanya kita harus menghargai setiap kesempatan yang ditawarkan sang waktu, sebelum waktu ditarik dari kita, karena kesempatan tidak akan datang untuk kedua kalinya. Peribahasa Arab mengatakan “Waktu laksana kehidupan”, jika tidak mampu memanfaatkan waktu, maka seakan telah menyia-nyiakan kehidupan. Tahun Hijriah, ditetapkan pertama kali oleh Kholifah Umar bin Khattab ra, sebagai jawaban atas surat Wali Abu Musa Al-Asy’ari. Kholifah Umar menetapkan Tahun Hijriah untuk menggantikan penanggalan yang digunakan bangsa Arab sebelumnya, seperti Kalender Tahun Gajah, Kalender Persia, kalender Romawi, dan kalender-kalender lain yang berasal dari tahun peristiwa-peristiwa besar Jahiliyah. Kholifah Umar memilih peristiwa Hijrah sebagai taqwim Islam, karena Hijrah Rosululllah saw dan para sahabat dari Makkah ke Madinah merupakan persitiwa paling monumental dalam perkembangan dakwah. Professor Fadzlurahman menyebut Hijrah sebagai marks of the beginning of Islamic calendar and the founding of Islamic community. Oleh karenanya, penting mengambil hikmah dan pelajaran dari peristiwa Hijrah, baik individu, maupun umat.

B. NILAI-NILAI HIJRAH
1. Meluruskan Niat
 “Al-Muhajaroh” (Hijrah) sebagaimana dikatakan oleh Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah keluar dari negeri kafir kepada negeri iman, sebagaimana para sahabat yang berhijrah dari Makkah ke Madinah. Dan Hijrah di jalan Allah itu, sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Rasyid Ridho, harus dengan sebenar-benarnya. Artinya orang yang berhijrah dari negerinya adalah untuk mendapatkan ridho Allah dengan menegakkan agama-Nya yang merupakan kewajiban baginya, dan merupakan sesuatu yang dicintai Allah
Dalam sejarah, ada seorang sahabat yang berhijrah karena ingin menikahi Ummu Qois, bukan karena niat ikhlas taat kepada Allah dan Rosulnya. Maka Rosulullah saw bersabda :“Bahwasannya semua amal itu tergantung niatnya, dan bahwasannya apa yang diperoleh seseorang adalah sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barang siapa yang hijrah karena Allah dan Rosulnya maka hijrahnya itu akan diterima oleh Allah dan Rosulnya, dan barang siapa yang hijrahnya, karena mencari dunia atau karena wanita yang akan nikahinya maka hijrahnya itu hanya memperoleh apa yang diniatkannya dalam hijrahnya itu. (HR Bukhori dan Muslim)
Hikmah yang harus kita ambil adalah bahwa segala aktifitas ibadah dan dakwah kita hanya semata-mata karena Allah, bukan karena yang lain, misalnya untuk mengisi waktu luang, atau sekedar nambah ilmu dan wawasan. Sehingga kita akan bersungguh-sungguh dalam ibadah dan dakwah ini.
2. Memahami bahwa Ketaatan Bukan Pilihan, Namun Kewajiban
Allah swt berfirman :Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya : Dalam keadaan bagaimana kamu ini? Mereka menjawab, Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Makkah). Para Malaikat berkata : Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu? Orang-orang itu tempatnya neraka jahannam, dan jahanam itu seburuk-buruknya tempat kembali (Annisa 97).Ayat diatas turun sehubungan dengan kasus lima orang pemuda muslim yang bergabung dengan kafir Makkah, lalu mati mengenaskan di perang badar oleh pasukan kaum muslimin. Tempat mereka adalah neraka jahannam sebagaimana firman Allah di atas. Persoalan ini berkaitan dengan sikap mereka yang tidak mau berhijrah bersama Rosulullah dari Makkah ke Madinah. Mereka tidak mau mengerti akan makna hijrah sebagaimana yang dilaksanakan Rosulullah dan para sahabatnya yang setia dan taat. Mereka mengira bisa melakukan siasat dan strategi sendiri dengan cara menyembunyikan keislamannya dengan tetap bergabung bersama-sama kafir Qurasy. Padahal Allah dan rosulNya telah memerintahkan hijrah. Maknanya adalah ketaatan terhadap Allah dan rosulNya, adalah kewajiban yang harus dijalankan, bukan suatu pilihan.
3. Meyakini Pertolongan Allah swt.
Hijrah adalah rancangan dan strategi untuk melanjutkan perjuangan Dakwah Islam. Allah swt berfirman “Dan orang-orang yang beriman, berpindah dan berjuang di jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat perlindungan (kepada orang-orang yang berhijrah) dan memberikan pertolongan, itulah orang-orang yang sebenarnya beriman. Mereka beroleh ampunan dan rezeki yang berharga (Al-Anfal 74).Perjuangan yang dilalui Rosulullah dan para sahabat di Makkah tidaklah mulus dan ringan, tetapi jalan itu penuh onak dan duri, dan sangat berat sekali. Beliau dan kaum mukminin menerima berbagai cobaan, cercaan, teror, penyiksaan, propapaganda dan pembunuhan. Hal ini tidak hanya menimpa diri rosulullah, tetapi juga para sahabatnya. Kita tahu, kisah Bilal, keluarga Yasir (Yasir, Sumayah, Ammar bin Yasir), Abu Fakihah (budak Bani Abdid-Dar), Khabab bin Al-Art (budak Ummu Umar), dll. Daftar orang-orang yang disiksa karena mempertahankan agama Allah masih panjang. Bahkan Rosulullah dan para sahabat diboikot ekonomi selama tiga tahun, sehingga kekurangan pangan, kelaparan dan timbulnya penyakit. Bahkan diantara mereka ada yang menjadi syahidah sebelum peristiwa hijrah Nabi. Oleh karenanya Hijrah adalah salah satu pertolongan Allah untuk mengembangkan dakwah, setelah berjuang dengan sekuat tenaga, dengan sepenuh jiwa dan segenap hartanya.
 4. Menambah Kecintaan Terhadap Rosulullah
Peristiwa hijrah memberikan tauladan bagi kita, betapa para sahabat lebih mencintai rosulullah dibandingkan dengan dirinya sendiri. Ali bin Abi Tholib, menggantikan tempat tidur rosulullah ketika malam itu beliau berangkat Hijrah dan kita tahu konsekuensi apa yang akan ditanggung oleh sahabat Ali ra.. Sedangkan Abu Bakar, menyertai rosulullah dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah. Al Bukhori meriwayatkan dari Anas, dari Abu Bakar, dia berkata : “Aku bersama Nabi saw di dalam gua. Kudongakkan kepala, dan kulihat kaki beberapa orang. Aku berkata, ‘Wahai Nabi Allah, andaikata mereka melongokkan pandangannya, tentu mereka akan melihat kita. Nabi saw berkata “ apa pikiranmu wahai Abu Bakar tentang dua orang, sedang yang ketiga adalah Allah”. Kekhawatiran Abu Bakar bukan sekedar tertuju pada nasib dirinya, tetapi yang paling pokok adalah kekhawatiran terhadap nasib Rosulullah.
Dalam hal ini dia berkata “Jika aku terbunuh, maka aku hanyalah seorang manusia, namun jika engkau yang terbunuh, maka umat tentu akan binasa. (Siratir-Rosul, SyaikhAbdullah Annajdy).

C. HIJRAH: MENUJU KEMENANGAN DIRI
Dalam tulisan ini penulis mengambil hikmah/ibrah dari referensi buku yang ditulis oleh  Stephen R. Covey The Eight Habits from Effectiveness to Greatness (2004) –selanjutnya disingkat The Eight Habit (The 8th Habits)– adalah buku berbicara tentang pola manajemen hidup melalui delapan kebiasaan yang telah dipraktikkan oleh para manajer dan pengusaha sukses di dunia. Buku ini merupakan kelanjutan dari buku terlaris di dunia yaitu The Seven Habits of Highly Effective People (The 7th Habits).
Buku ini menginspirasi banyak orang untuk menjadi pribadi yang efektif. Pribadi yang mampu memperoleh kemenangan diri setelah itu memperoleh kemenangan publik. Buku tersebut menjelaskan 8 (delapan) hal yang harus dilakukan manusia untuk mencapai kemenangan pribadi dan publik. 3 (tiga) hal/kebiasaan yang harus dilakukan adalah dengan merubah kebiasaan diri yang berdampak kepada diri sendiri.  Tiga Kebiasaan tersebut ialah:
Kebiasaan Pertama, Proaktif (Be proactive). Proaktif bukan sekadar berinisiatif. Proaktif berarti suatu keyakinan bahwa apa pun yang kita peroleh dalam hidup merupakan akibat pilihan respons kita sendiri. Kebiasaan pertama merupakan kesadaran bahwa antara stimulus dan respons terdapat ‘freedom to choose’. Allah berfirman dalam Surah Ar-Rad 13:11, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”. Ramai orang berpikir bahwa ketidakbahagiaan mereka disebabkan karena apa yang terjadi pada diri mereka. Padahal yang sebenarnya adalah karena cara mereka memberi makna atas apa yang terjadi. Selalu ada pilihan untuk bereaksi secara positif terhadap situasi yang negatif. Kemampuan untuk memilih respons seperti yang dikemukakan di atas,merupakan fungsi dari kemampuan kita memanfaatkan karunia Allah berupa Furqon [berupa Al-Quran yang membedakan antara respons yang haq dan yang batil ], ‘independent will’ [kehendak bebas], ‘self awareness’ [kesadaran diri], ‘conscience’ [kata hati] dan ‘imagination’ [imaginasi]. Dengan kata lain, kitalah yang memprogramkan kehidupan kita sendiri.
Kebiasaan Kedua, Mulai dari yang akhir dalam pikiran (begins with the end in mind) Kebiasaan kedua adalah kebiasaan memiliki visi, misi dan tujuan. Kebiasaan ini menunjukkan arah dan cara menjalani hidup serta menentukan hal-hal yang penting dalam hidup. Islam mengajar pentingnya goal setting ketika Rasulullah Saw menyatakan setiap perbuatan yang tergantung niatnya. Kebiasaan bermula dan berakhir dalam pikiran mengajar agar kita menulis tujuan akhir hidup kita.
Kebiasaan Ketiga, Mendahulukan yang Utama (Put First things first). Mendahulukan yang utama merupakan kebiasaan yang menuntut integritas, disiplin dan komitmen. Allah berfirman dalam Surah Al-Mu’minun 23:1-3, “ Sungguh beruntung orang-orang mukmin, iaitu orang –orang yang khusyu’ dalam shalat mereka dan orang-orang yang berpaling dari perbuatan dan percakapan yang sia-sia ”, dan dalam Surah Al-Ashr 103:1-3, “ Demi masa sesungguhnya manusia dalam kerugian kecuali orang-orang beriman dan beramal shaleh, saling berpesan dengan kebenaran dan saling berpesan dengan kesabaran ”. Juga dalam Surah Al-Insyirah 94:7-8, “ Maka apabila engkau telah selesai [dari suatu urusan ], maka kerjakanlah [ urusan lain ] dengan bersungguh-sungguh dan kepada Tuhanmulah kamu berharap ”. Kebiasaan ketiga menekankan pentingnya memanfaatkan waktu.

D. HIJRAH: MENUJU KEMENANGAN UMAT
5 (lima) hal/kebiasaan yang harus dilakukan adalah dengan merubah kebiasaan diri yang berdampak kepada orang lain. Untuk memperoleh kemenangan umat hal yang harus dilakukan adalah dengan merubah kebiasaan diri yang berdampak kepada orang lain, Lima Kebiasaan tersebut ialah:
Kebiasaan Keempat, Berusaha Untuk Memahami Terlebih Dahulu-Baru [minta] difahami (Seek first to understand than to be understood). Kebiasaan kelima menunjukkan bahwa “ the secret of living is giving ” [ rahasia kehiduan adalah memberi ]. Rasulullah Saw bersabda bahwa tangan di atas lebih mulia daripada tangan yang di bawah. Allah berfirman dalam Surah Al-Zalzalah 99:7-8, “ Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarah, niscaya dia akan menerima balasannya dan barang siapa mengerjakan keburukan seberat zarah, niscaya dia akan menerima balasannya ” dan dalam Surah Ar-Rahman 55:60-61 “ Tiadalah balasan kebaikan, melainkan kebaikan pula, maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan ”. Juga dalam Surah Al-Baqarah 2:261, “ perumpamaan orang yang memberi di jalan Allah, adalah seumpama sebuah biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai berisi seratus biji, dan Allah melipatgandakan bagi siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas [ karunia-Nya ] lagi Maha Mengetahui.
Kebiasaan Kelima, Berpikir Menang–Menang (Thinks win-win). Berpikir menang-menang berasal dari karakter yang dicirikan dengan kejujuran [menyesuaikan kata dengan perbuatan], integritas [menyesuaikan perbuatan dengan kata], kematangan [keseimbangan antara ketegasan dan toleransi], dan mentalitas kelimpahan [keyakinan bahwa kurnia Allah tersedia tanpa batas bagi sesiapapun yang mengikuti sunnatullah (causality law’).
Kebiasaan Keenam, Wujudkan Sinergi (Sinergize). Bersinergi berarti keseluruhan lebih bernilai daripada jumlah bagian-bagiannya. Mengenai pentingnya bersinergi, Khalifah Ali bin Abi Thalib pernah berujar bahwa kebaikan yang tidak terorganisir dapat dikalahkan dengan kejahatan yang terorganisir. Yang harus diingat adalah agar dapat bersinergi setiap anggota memiliki lima kebiasaan di atas yaitu proaktif, Berpikir mulai dari akhir, mendahulukan yang utama, berpikir menang-menang dan berusaha memahami dahulu baru difahami. Allah Swt mengingatkan agar kita hanya bersinergi dalam melakukan kebaikan bukan dalam berbuat dosa dan permusuhan [ Al-Maidah 5:2 ].
Kebiasaan Ketujuh, Mengasah Gergaji (Sharpen the Saw). Rasulullah mengajar agar kita terus mengasah gergaji fisik, mental, sosial / emosional, dan spiritual ketika beliau bersabda: “Orang Islam adalah orang yng begitu sibuk memperbaiki diri, sehingga tidak memiliki waktu lapang untuk mencari-cari aib orang lain. Orang Islam adalah orang yang hari ini lebih baik daripada kemarin dan hari esok lebih baik darihari ini. Amal perbuatan yang paling disukai Allah adalah amal yang dilakukan terus-menerus walaupun sedikit ”.
Kebiasaan Kedelapan, Temukan Suara Anda dan Ilhami Orang lain Menemukan Suara Mereka (Find Your Voice and Inspire Others to Find Theirs). Kebiasaan ini mengajarkan bahwa seorang muslim harus menemukan suara hati mereka, mengapa mereka terpilih jadi menjadi aktivis dakwah, dan apa manfaatnya bagi dia sendiri dan umat? Sehingga pertanyaan tersebut menginspirasikan bagi setiap individu untuk bermanfaat bagi yang lainnya.
Kemampuan diri untuk menemukan suara (intuisi) diri tentunya dianugerahkan oleh Allah sejak lahir. Ketika seseorang berhasil meraih kemenangan diri sudah sepatutnya mereka menginspirasikan kepada yang lainnya untuk meraih kemenangan diri. Dengan demikian, individu tersebut dikategorikan sebagai teladan/inspirator. Sehingga tepat kiranya kata orang bijak, “Jika anda ingin sukses belajarlah dengan orang sukses”. Rasullullah Saw  bersabda, “Sebaik-baik kamu adalah orang yang bermanfaat bagi orang lainnya” (HR. Muslim). Allah Swt berfiman dalam QS. Al-Imran (3): 104, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”

D. PENUTUP
Peristiwa hijrah Rosulullah memang telah berlalu selama 1432 tahun namun makna dan semangat hijrah harus tetap tertanam dalam hati dan jiwa kaum muslimin. Kaum muslimin harus ”berhijrah” dengan memperbaiki diri kemudian menyeru orang lain untuk mencapai kemenangan pribadi dan umat. Semoga tahun yang akan datang tidak berlalu begitu saja. Wallohu a’lam bishshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar