Selasa, 10 Januari 2012

Menuju Dakwah Cerdas di Era Siyasi

A.    Pendahuluan
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl: 125)
Firman Allah di atas memberikan arahan khusus kepada da’I mengenai bagaimana berdakwah dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Hikmah yang diartikan secara bebas adalah dengan kebijakan, dengan hati, dengan makna yang terdalam. Pelajaran yang baik juga jika diartikan secara bebas ialah dengan metode, pendekatan, dan kurikulum terbaik. Dakwah kepada Allah merupakan amal shalih, sehingga seorang aktivis dakwah dalam mengerjakan tugasnya tidak boleh minimalis atau asal-asalan. Dakwah tidak boleh hanya bermodal keyakinan bahwa Allah pasti menolong dakwahnya tanpa optimalisasi diri dengan segala apa yang diberikan Allah. Sudah seharusnya seorang aktivis dakwah cerdas dalam menjalankan tugasnya, dan mengoptimalkan segala daya upayanya.
Dakwah bukan pekerjaan biasa, kerja sampingan, namun pekerjaan yang sangat mulia, oleh dari itu  menuntut perhatian khusus dan butuh manajemen yang baik. Dakwah kepada Allah merupakan pekerjaan yang agung. Sebab, yang memerintahkannya adalah Allah yang Maha Agung. Jika kita merenungi makna ‘ud’u ilaa sabiili rabbika (serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu)’,  hal ini mengisyaratkankan bahwa tugas dakwah adalah perintah langsung dari Allah swt.  Rasulullah saw yang mengemban risalah dakwah ini telah melaksanakannya dengan penuh kesungguhan dan memberikan segala daya upaya terbaik.
Kita menyadari bahwa berdakwah di jalan Allah pasti akan berhadapan dengan tantangan dan ujian yang sangat berat. Kalaulah kita mencoba untuk memahami hakikata kata ‘ilaa sabiili rabbika’, dalam hal ini menegaskan bahwa tugas utama ciptaan Allah yang dalam hal ini adalah manusia sebenarnya adalah mengikuti jalan Allah swt. Tetapi karena setan bekerja keras untuk membuat manusia tergelincir, akhirnya banyak dari manusia yang keluar dari jalan Allah.

Seorang aktivis dakwah yang cerdas hendaknya senantiasa berusaha untuk mengembalikan siapapun ke jalan yang benar. Tentu saja di sini maksudnya bukan hanya orang kafir, melainkan juga orang-orang Islam, bahkan untuk aktivis dakwah sekalipun tidak tertutup kemungkinan ada yang ikut juga tergelincir. Oleh karena itu, hal-hal utama dakwah selain mengislamkan manusia yang belum bersyahadat, meningkatkan keimanan orang-orang yang telah beriman, juga mengembalikan seorang muslim dan mu’min termasuk aktivis dakwah  ke porosnya yang benar. Untuk semua hal ini tentu saja sangat diperlukan langkah-langkah cerdas.

Untuk mengambil langkah-langkah yang cerdas memerlukan keberanian untuk menentukan  pilihan-pilihan. Terkadang menentukan pilihan memang sangat sulit, namun tentu saja pilihan tersebut harus tetap diambil oleh seorang yang diberikan amanah atau penanggung jawab dakwah. Terkadang ada pilihan yang harus dieksekusi perlahan-lahan seiring dengan berjalannya waktu. Namun sering kali keputusan yang harus diambil harus cepat dan tepat, terutama melihat eskalasi dakwah di era siyasi ini. 

Tulisan ini diharapkan menyajikan gambaran pilihan-pilihan yang ada dalam konteks dakwah  di era siyasi, sebagai bahan masukan dan diskusi untuk pihak-pihak yang terkait dan bertanggung jawab dalam dakwah tersebut.  Semoga Allah memberikan kemudahan bagi kita untuk melangkah dan tetap istiqomah dalam menapakinya! Aamin

B.     Kondisi Dakwah sekarang ini
a.      Pertumbuhan kader relatif tinggi;
Sejak dideklarasikan pada 20 Juni 2003 lalu, kader Partai Keadilan Sejahtera (PK Sejahtera) yang merupakan kelanjutan dari Partai Keadilan meningkat cukup fantastis yaitu sebesar  2000% (Tholhah Nuhin, staf departemen kaderisasi Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan, dalam wawancara tgl 15 Juni 2003,  situs PK Sejahtera Jak-Sel).

Sebagai partai dakwah yang berbasis kader, PKS mengukuhkan diri untuk selalu konsisten merekrut kader-kader baru. Dengan merekrut kader-kader baru diharapkan dakwah semakin merata dan mampu menyentuh semua kalangan yang ada di masyarakat.

Bila tahun 2006-2007, PKS menargetkan pertambahan kader baru mencapai 300 ribu orang. Pada 2009, jumlah kader PKS ditargetkan bertambah hingga tiga kali lipat dari jumlah kader yang ada saat ini (situs PK Sejahtera)

Kenaikan jumlah kader dakwah pada rentang 1999 s.d. 2007 di atas tentu saja perlu dievaluasi apakah pembinaan dan penataan telah dilakukan dengan  baik dengan perangkat-perangkat yang cukup agar pada akhirnya setiap kader memiliki ruang untuk mengembangkan potensi dan  memberikan kontribusi terbaik.

Sekarang ini (tahun 2007), jumlah kader PKS mencapai 712.000 orang. Dibandingkan 2004, kader PKS hanya sekitar 400.000, ditargetkan pada 2009 mampu bertambah hingga 1,2 juta kader (Wawancara dengan Tiffatul Sembiring, Koran SINDO 10 Desember 2007)

Dengan pencapaian target sebanyak 1,2 juta kader, dakwah harus lebih menyiapkan diri dengan perangkat-perangkat sistemik. Agar kader yang ada tidak menjadi beban bagi dakwah, dan dakwah yang dilakukan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kader dan masyarakat yang didakwahi. Perlu dipahami bersama bahwa semakin banyak SDM akan terdapat kemungkinan bertambahnya permasalahan yang akan muncul dipermukaan. Jika tak segera diselesaikan maka akan menjadi ”bom waktu” pada masa yang akan datang.

b.      Dakwah telah masuk ke lembaga-lembaga  pemerintahan.
Dakwah yang semula dilakukan di mimbar-mimbar melalui ceramah-ceramah, halaqoh dan majelis taklim, dewasa ini sudah masuk ke dalam perundang-undangan atau setidak-setidaknya isu Islami sudah pernah menjadi wacana dalam pembahasan rancangan undang-undang di parlemen dan atau pemerintahan. Tercatat terdapat 45 (empat puluh lima) da’i kita yang bertugas untuk berdakwah di parlemen dan 3 (tiga) menteri di Kabinet Indonesia Bersatu.
           
Dengan keberadaan mereka diharapkan message dakwah yang selama ini belum menyentuh dunia politik dan pemerintahan akhirnya sampai, memberikan pencerahan dan akan menyebabkan perpolitikan dan pemerintahan menjadi lebih berwarna. Para da’i di Parlemen dan pemerintahan diharapkan dapat menjadi pioneer-pioner dakwah yang dapat istiqomah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
 
c.       Target dakwah telah terukur dan dituangkan dalam visi misi yang jelas.
Visi dan misi dakwah telah tertuang dalam visi dan misi Partei Keadilan Sejahtera. Visi dan misi tersebut adalah:

c.1. Visi
Visi Umum:   Sebagai Partai Da'wah Penegak Keadilan Dan Kesejahteraan Dalam Bingkai Persatuan Ummat Dan Bangsa.
Visi Khusus:  Partai Berpengaruh Baik Secara Kekuatan Politik, Partisipasi, Maupun Opini Dalam Mewujudkan Masyarakat Indonesia Yang Madani.
Visi ini akan mengarahkan Partai Keadilan Sejahtera sebagai :
1.      Partai da'wah yang memperjuangkan Islam sebagai solusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.      Kekuatan transformatif dari nilai dan ajaran Islam di dalam proses pembangunan kembali umat dan bangsa di berbagai bidang.
3.      Kekuatan yang mempelopori dan menggalang kerjasama dengan berbagai kekuatan yang secita-cita dalam menegakkan nilai dan sistem Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
4.      Akselerator bagi perwujudan masyarakat madani di Indonesia.

c.2. Misi
1.      Menyebarluaskan da'wah Islam dan mencetak kader-kadernya sebagai anashir taghyir.
2.      Mengembangkan institusi-institusi kemasyarakatan yang Islami di berbagai bidang sebagai markaz taghyir dan pusat solusi.
3.      Membangun opini umum yang Islami dan iklim yang mendukung bagi penerapan ajaran Islam yang solutif dan membawa rahmat.
4.      Membangun kesadaran politik masyarakat, melakukan pembelaan, pelayanan dan pemberdayaan hak-hak kewarganegaraannya.
5.      Menegakkan amar ma'ruf nahi munkar terhadap kekuasaan secara konsisten dan kontinyu dalam bingkai hukum dan etika Islam.
6.      Secara aktif melakukan komunikasi, silaturahim, kerjasama dan ishlah dengan berbagai unsur atau kalangan umat Islam untuk terwujudnya ukhuwah Islamiyah dan wihdatul-ummah, dan dengan berbagai komponen bangsa lainnya untuk memperkokoh kebersamaan dalam merealisir agenda reformasi.
7.      Ikut memberikan kontribusi positif dalam menegakkan keadilan dan menolak kedhaliman khususnya terhadap negeri-negeri muslim yang tertindas.
(Situs PK Sejahtera.Online)
Dengan adanya pernyataan visi dan misi yang jelas tersebut, dakwah yang dilakukan dapat lebih terarah dengan demikian diharapkan langkah-langkah yang dilakukan tidak keluar dari visi misi yang telah ditetapkan tersebut.

C.     Kebutuhan Masa Depan: ”Menentukan Pilihan”
Yang kita perlukan pada masa depan adalah segera membuat pilihan-pilhan strategis untuk menjadikan dakwah ini lebih optimal. Pilihan-pilihan tersebut sekurang-kurangnya ialah:
a.      Mengubah Paradigma;
1.      Saya orang baru disini Vs Saya sudah beberapa tahun/bulan disini
Sering kali kita menemukan ada ikhwah pada suatu wilayah tidak bekerja secara optimal dengan alasan yang bersangkutan adalah orang baru di wilayah tersebut, dan belum mengenal medan. Padahal dakwah tidak boleh berhenti satu hari pun. Ingat ketika dakwah berhenti tiga hari pasca wafatnya rasulullah terjadi kondisi-kondisi sebagai berikut:
a.      Munculnya nabi palsu
b.      Adanya pihak yang menolak membayar zakat
c.       Hilangnya ketakutan dihati kaum Rowawi,
(taujih kaderisasi DPP PKS Th 2003)
Bukan saatnya lagi mendikotomikan antara orang lama dengan orang baru, siapapun dapat berkontribusi sesuai kemampuan masing-masing pada waktu dan tempat ia diperlukan.


2.      Saya berdakwah di satu tempat saja Vs Saya berdakwah dimanapun dibutuhkan.
Pemisahan penugasan seseorang berdasarkan ruang lingkup yang sempit, misalnya alasan geografis tempat tinggal, tempat kerja, almamater dan lain sebagainya merupakan lagu lama yang perlu untuk dievaluasi kembali. Seharusnya dakwah seseorang tidak mempertimbangkan geografis ataupun segmen tertentu namun mempertimbangkan analisis beban kerja yang bersangkutan dan kebutuhan di wilayah domisili ikhwan yang bersangkutan.

3.      Saya bukan orang Struktural Vs Saya berdakwah karena da’i
Semua ikhwah tentu memaklumi jika setiap yang terbina, secara otomatis ia merupakan kader dakwah yang siap untuk bekerja dalam kondisi senang maupun susah. Ungkapan ”Nahnu Dhu’at Qobla Kulla Syai’ie” merupakan kata kunci untuk menyemangati kita dalam dakwah. Untuk berkontribusi tidak butuh jabatan struktural dan atau gelar-gelar kemuliaan dalam dakwah.

4.      “Orang Lama Pengatur, Orang Baru Pengikut” Vs “Siapa saja dapat mengambil Posisi, dan mengeksekusi kebijakan sesuai kompetensi dan Kapasitasnya”   
Tidak ada senioritas dalam berdakwah, sudah sepatutnya setiap al akh dapat berani mengambil keputusan jika memang keputusan tersebut merupakan wewenangnya.  Ada sebuah pepatah arab yang berbunyi: ‘Keutamaan bagi yang jujur (shadaq)’; lawannya adalah  ‘Keutamaan bagi yang duluan/awalan (shabaq)’

Ikhwan fillah, kalau kita mencontoh risalah kenabian kita mengenai imam sholat. Kita ketahui bahwa yang berhak menjadi imam adalah orang yang paling baik bacaan dan hafalan qur’annya dilingkungannya, bukanlah orang yang paling tua/senior. Demikian pula mas’ul dalam safar adalah seorang yang terbaik agama-nya dan mampu memimpin. Bukanlah seorang yang paling sepuh.


b.                  Mengubah Manajerial;
Setelah kita melakukan perubahan paradigma, selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mengubah manajerial dalam dakwah. Secara manajerial pilihan-pilihan yang muncul adalah:
1.      Manajemen dengan “Hubungan Baik” Vs Manajemen dengan “Sistem”
1.1.  Manajemen dengan Hubungan baik
Karakteristik manajemen dengan hubungan baik;
    1. Kedekatan menjadi pertimbangan utama agar suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik
    2. Membangun loyalitas kepada individu tertentu bukan loyalitas kepada sistem
    3. Fleksibilitas sangat tinggi agar  semua SDM merasa happy. 

1.2 Manajemen dengan Sistem
Karakteristik manajemen dengan sistem;
a.      Sistem menjadi pertimbangan utama agar suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik.
b.      Membangun loyalitas kepada sistem  bukan loyalitas kepada individu tertentu .
c.       Fleksibilitas diatur oleh sistem agar  setiap SDM mendapatkan keadilan  dan perlakuan yang setara. 

2.      Manajemen “Memanfaatkan” Vs Manajemen “Memposisikan”
2.1. Manajemen dengan Memanfaatkan
Karakteristik:
a.      Menempatkan posisi SDM tanpa dasar yang kuat
b.      Memanfaatkan kelebihan SDM pada suatu pekerjaan, kemudian ditinggalkan begitu saja setelah pekerjaan selesai.
c.       Memberikan pekerjaan berdasarkan subjektivitas
2.2. Manajemen dengan Memosisikan
Karakteristik:
a.      Menempatkan posisi SDM sesuai dengan kapasitasnya.
b.      Mengembangkan potensi SDM pada suatu pekerjaan, kemudian memberikan peluang untuk mengembangkannya.
c.       Memberikan pekerjaan berdasarkan ukuran dan keseimbangan kerja.

3.      Manajemen “Intruksional” Vs Manajemen “Memahamkan”
3.1. Manajemen Intruksional
Karakteristik:
a.      Pekerjaan dibuat sesuai dengan selera yang memerintahkan.
b.      Hasil dari suatu  pekerjaan lebih penting dibandingkan memberikan pemahaman atas suatu pekerjaan.
c.       Membatasi informasi milik publik hanya kepada orang/jalur yang disukai.
3.2. Manajemen Memahamkan
Karakteristik:
a.      Pekerjaan dibuat sesuai dengan kebutuhan.
b.      Pemahaman atas suatu  pekerjaan dan prosesnya lebih penting dibandingkan dengan hasil pekerjaan itu sendiri.
c.       Memberikan Informasi milik publik kepada pihak-pihak yang berhak dan perlu mengetahuinya.

4.      Manajemen  “Elitis” Vs Manajemen “Taat Aturan”
4.1. Manajemen Elitis
Karakteristik:
a.      Tidak ada aturan baku  yang memandu pekerjaan.
b.      Kebijakan telah diputuskan di kalangan elit setelah itu dibicarakan untuk meminta kesepakatan.
c.       Aturan telah dibuat namun tidak dilaksanakan secara konsisten.
4.2. Manajemen Taat aturan
Karakteristik:
a.      Menyusun pedoman aturan baku  guna memandu pekerjaan.
b.      Sebelum kebijakan diputuskan, kebijakan tersebut dibicarakan terlebih dahulu secara garis besar kepada stake holder yang berkepentingan.
c.       Aturan yang dibuat diterapkan secara konsisten.

5.      Manajemen  “Agitasi & Propaganda” Vs Manajemen  “Mendidik dan Melatih”
5.1. Manajemen  “Agitasi & Propaganda”
Karakteristik:
a.      Memformat dan mempublikasikan suatu kegiatan lebih penting dibandingkan substansi pekerjaannya.
b.      Membesar-besarkan keberhasilan diri  dan meniadakan keberhasilan pihak lain (yang  dianggap tidak satu ide/ kompetitor).
c.       Mengulang-ulang dan menyiarkan keberhasilan/merasa puas diri, serta menutup rapat-rapat kekurangan-kekurangan. 

5.2. Manajemen  “Mendidik dan Melatih”
Karakteristik:
a.      Mengutamakan dan menyampaikan substansi, memformat dan mempublikasikan suatu kegiatan dakwah sesuai  dengan substansinya.
b.      Menganggap keberhasilan adalah hal yang biasa, belajar dari keberhasilan orang lain, dan membantu orang lain untuk mencapai keberhasilan.
c.       Meningkatkan  kerja dengan mengambil pelajaran dari keberhasilan  dan  kegagalan. 

c.       Mengubah Cara kerja;
Setelah membangun manajerial, maka selanjutnya yang harus dilakukan adalah mengubah cara kerja kita dalam berdakwah. Cara kerja dalam hal ini adalah:
1.      Reaktif Vs Sistematis konsepsional
“Kebenaran yang tidak terorganisir dapat dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir” (Sayyidina Ali Ibnu Abi Thalib)
Sudah saatnya dengan kemampuan dan potensi yang kita miliki, merubah kerja kita yang tadinya reaksioner menjadi kerja-kerja yang mempunyai konsepsi yang lebih baik dengan menggunakan perspektif manajemen modern.
Sudah saatnya kita tidak hanya membicarakan masalah tetapi juga membicarakan solusinya. Janganlah kita membicarakan masa lalu tanpa mengambil pelajaran untuk membuat rencana di masa depan. Tidak perlu mencari siapa yang salah atau membicarakan orang yang membuat kesalahan namun jadilah kita orang yang meyirami api dengan air yang kita miliki walaupun air itu  hanya segayung saja.

2.      Insidensial (Dadakan) Vs Terprogram
Kerja pada masa lalu yang semula bersifat dadakan atau sekedar menunggu perintah, diubah menjadi kerja-kerja yang benar-benar terprogram dengan baik. Program yang memaksimalkan potensi SDM dan wilayah. Menggabungkan keseluruhan antara potensi wilayah, kebutuhan wilayah serta SDM-SDM potensial yang dimiliki.

Mengukur keberhasilan secara ilmiah dengan KPI (Key Performance Indikator) yang memadai. Sehingga output yang dihasilkan dapat terukur dan dapat dievaluasi sebaik-baiknya.

3.      Inisiatif Seseorang (atau Kelompok) Vs Kesepakatan bersama
Partisipasi seluruh kader sangat diharapkan untuk mengerjakan banyak hal: “Tangan Allah bersama Jama’ah” (Al hadits).

Kerja dengan mengutamakan kepentingan bersama merupakan kerja yang memberikan kenyamanan dan dapat dinikmati oleh seluruh pelakunya. Sudah saatnya kita merubah suatu kerja dakwah yang seakan-akan hegemoni seseorang atau kelompok tertentu  menjadi kerja dakwah yang dapat menjadi kerja yang disepakati bersama, mulai dari menetapkan input, proses hingga sampai dengan outputnya. Tentu saja hal ini memerlukan keikhlasan dan kesatuan hati para pelakunya serta dengan  menghilangkan sikap egoistis (ananiyah) dan kepentingan pragmatis.

Sudah saatnya kita berupaya dan berlomba-lomba untuk mencapai “kalimatun sawa” diantara kader untuk menggapai keberkahan yang Allah janjikan. Keberkahan yang akan mencerahkan wajah, pikiran dan hati. Sesulit apapun suatu kerja, senyuman tetap akan terkembang karena hati-hati yang bekerja penuh dengan mahabbah dan keridhoan satu sama lain terhadap apapun hasil pekerjaan itu. Insya Allah.



                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar