Selasa, 10 Januari 2012

MEMBANGUN PEREKONOMIAN MASYARAKAT


“Kadang kemiskinan membawa kepada kekufuran”
 (Ali Bin Abi Thalib)

A. Pendahuluan
Tak dapat dipungkiri, dakwah memerlukan dana yang besar untuk melaksanakannya. Berdakwah tidak melulu bicara seberapa banyak bacaan atau hafalan yang sudah dihafal. Seberapa banyak buku yang telah dibaca dan hal lain yang terkait dengan bekalan dakwah lainnya. Memang dalam melayani umat memerlukan dalil dan retorika tetapi akan lebih tajam jika dalil dan retorika yang diberikan itu diiringi dengan aktivitas yang dapat menyentuh permasalahan sebagian besar umat ini yaitu “kesejahteraan.”
 
Muslim di negeri ini yang jumlahnya mayoritas merupakan karunia Allah untuk memajukan dakwah ini. Namun akan menjadi fitnah bagi dakwah jika dakwah gagal memberikan solusi bagi mayoritas umat. Dakwah pada dekade ini “pantas-pantasnya” tidak lagi menyentuh kulit luar dengan modal ‘lulusan pesantren anu’ atau ‘jebolan negeri mesir/arab’ namun sudah sepatutnya masuk ke relung-relung permasalahan umat karena umat ini sudah sedemikian dahaga menunggu datangnya solusi.

Menggapai kesejahteraan umat tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan. Memerlukan usaha keras, kecerdasan, dan kesabaran untuk mewujudkannya. Dalam melaksanakan kerja tersebut  tentu saja tidak dimaksudkan untuk kepentingan pribadi  orang yang bekerja di dalamnya, namun tentu saja untuk kepentingan yang lebih besar  yaitu kesinambungan dakwah dan da’i yang berjuang untuk mewujudkannya.


B. Permasalahan
Permasalahan umum yang terjadi di masyarakat kita adalah masalah kemiskinan dan kehidupan yang kurang layak. Kader dakwah sebagai bagian dari masyarakat secara mayoritas mengalami permasalahan yang kurang lebih sama. Sering kali kita temukan ada kader dakwah yang berhutang kesana kemari untuk menghidupi keluarganya, berpuasa Nabi Daud bukan hanya karena ingin melaksanakan suatu sunnah nafilah tetapi memang karena makanan yang di rumah terbatas untuk anak dan/atau istrinya saja, dan sering kali ada kader dakwah kita yang tidak hadir ke aktivitas dakwah dengan alasan yang sangat mendasar yaitu tidak ada ongkos untuk menuju lokasi atau tidak ada biaya untuk mengikuti kegiatan tersebut.

Sebagai pencetak generasi kader dakwah ingin anak-anaknya mendapatkan gizi dan pendidikan yang layak, namun apa mau dikata ternyata penghasilan sang da’I hanya cukup sekedar untuk mengganjal perut anggota keluarga. Tidak terpikir berapa kalori atau berapa nilai gizi asupan makanan yang diberikan kepada anggota keluarganya. Ditambah lagi sang da’i hanya bisa bersabar melihat anak-anaknya  mendapat pendidikan alakadarnya di sekolah-sekolah umum, sehingga ia pun harus berjuang keras untuk mendidik anak-anaknya dengan pendidikan ekstra di rumahnya.

C. Solusi
Setiap pekerjaan memerlukan suatu konsepsi yang jelas. Membangun kesejahteraan tidak hanya masalah tersedianya lapangan kerja, makanan yang siap dihidangkan atau kendaraan yang siap mengantar. Begitu pula dalam kerja di bidang ekonomi. Dalam hal ini, untuk membangun perekonomian di sebuah wilayah tidak hanya selesai setelah kita membuat suatu lembaga usaha, mempekerjakan ikhwan yang menganggur, dan menyiapkan pasar ikhwan. Namun juga diperlukan suatu konsep dan tahapan-tahapan untuk melaksanakan konsep tersebut. Secara konseptual terdapat hal-hal yang perlu dilakukan.

1.      Mentransformasi/membangun lembaga usaha, dengan tujuan:
a.       Terbentuknya visi dan etika yang benar dalam bidang ekonomi.
b.      Memfasilitasi pembentukan lembaga usaha yang legal dan formal.
c.       Penciptaan Iklim usaha yang sehat.
d.      Tersedianya data SDM berdasarkan pendidikan dan keterampilan.
e.       Terbentuknya etos wira usaha.
2.      Pengembangan dan Penumbuhan Ekonomi yang Sistemik,  dengan tujuan:
a.       Adanya struktur fungsional bidang ekonomi.
b.      Terwujudnya kesamaan visi dan misi di antara kader.
c.       Berkembangnya forum pengusaha dan networkingnya.
d.      Bekembangnya lembaga usaha yang  sistemik dan estándar.
3.      Pendayagunaan Ekonomi Daerah/Potensi Lokal, dengan tujuan:
a.       Tumbuh dan solidnya fungsi bidang ekonomi di level lokal.
b.      Terbentuknya LSM lokal yang produktif.
c.       Berkembangnya lembaga usaha menjadi profesional dan modern.
d.      Terlaksananya komunikasi dan akses ekonomi kepada pihak pemerintah.


D. Tahapan Kerja
1.      Membentuk Tim ekonomi
Tim Ekonomi merupakan Think Tank untuk mengelola konsep-konsep perekonomian suatu wilayah. Keberadaan Tim ekonomi bagi suattu wilayah dakwah merupakan hal yang mendesak mengingat bertambahnya kader dakwah akan menambah permasalahan internal dakwah. Sehingga dakwah memerlukan berbagai macam perangkat baik sebagai supporting (pendukung) dakwah untuk melakukan tugas-tugas khusus maupun sebagai buffer (penyangga) internal jika suatu saat terjadi permasalahan yang terjadi terhadap mayoritas kader.
Tim ekonomi akan berfungsi sebagai berikut:
a.       Fasilitator: memfasilitasi kader dan struktural dalam melaksanakan program-program perekonomian
b.      Koordinator: Mengkoordinasikan seluruh wajihah yang ada di wilayah tersebut yang bergerak dalam perekonomian
c.       Regulator: membuat aturan main yang fair dalam pelaksanaan aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh kader.

2.      Melakukan Konsolidasi Tim
Anggota tim ekonomi merupakan orang-orang yang berkompeten dan memiliki kecenderungan kuat untuk berpikir sebagai konseptor dan bekerja dilapangan sebagai operator. Pendidikan, wawasan dan pengalaman penting dimiliki, namun tentu saja kemauan yang keras dan pantang menyerah akan menjadi modal utama.
Pada tahap awal yang perlu dilakukan oleh Tim ekonomi pada tahap ini adalah:   
a.       Melakukan pertemuan rutin;
b.      Melakukan diskusi dan memperkaya referensi.
3.      Menyusun Konsep Ekonomi
Sesuai dengan fungsinya, tim ekonomi berkewajiban untuk menyusun konsep ekonomi. Suatu konsep yang benar-benar berakar dari kebutuhan wilayah dakwahnya dan akan menjadi solusi bagi masyarakat.
Tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam hal ini adalah:
a.       Melakukan analisis SWOT
b.      Menyusun Renstra;
c.       Menyusun kerja jangka pendek.
4.      Melaksanakan Kegiatan antara lain: Studi dan Pelatihan
Sebagai lembaga yang baru, tentu saja harus mengambil langkah-langkah yang bijak. Tahapan lebih lanjut setelah adanya konsep ekonomi dan rencana kerja adalah memberikan edukasi dan pelatihan kepada kader. Hal ini merupakan tahapan awal yang perlu dilakukan secagai penguatan untuk langkah-langkah berikutnya. Hal-hal yang perlu di siapkan sekurang-kurangnya:
a.       Studi pustaka;
b.      Pelatihan manajerial dan pembukuan sederhana
c.       Pelatihan enterpreneurship; dll
5.      Membangun Wajihah amal yang bersifat revenue generating
Setelah pelatihan-pelatihan dilakukan dan dianggap telah tersedia kader yang memadai untuk menjalankan wajihah ekonomi, maka langkah selanjutnya yang perlu dilakukan ialah mendirikan wajihah amal. Wajihah yang perlu dibangun baik secara bertahap atau langsung keseluruhannya adalah:
a.       Mendirikan yayasan;
b.      Membangun lembaga ekonomi formal, seperti: CV, PT atau Persekutuan ;
c.       Membangun jaringan dengan lembaga lain.

Jika SDM memadai dan mampu, wajihah dapat langsung dibuat seluruhnya. Pada tahap awal berdasarkan pengalaman banyak ikhwah, mendirikan Yayasan merupakan salah satu awal yang baik guna melatih kader dalam kerja kemasyarakatan, karena kerja di yayasan muatan sosialnya lebih banyak dibandingkan dengan muatan ekonominya. Kondisi  ini anggaplah sebagai on the job training sebelum kader yang bersangkutan melakukan kerja-kerja yang bermotifkan ekonomi. 

E. Contoh Analisis SWOT -Dalam Bidang Ekonomi pada suatu wilayah

I. Strengths (Kekuatan)
1.      Banyaknya kompleks perumahan.
2.      Mayoritas ekonomi kader berada dalam rentang perekonomian menengah ke atas.
3.      Sumber daya manusia yang berpendidikan perguruan tinggi relatif memadai dan  memiliki kompetensi dan integritas yang cukup untuk melaksanakan kerja di bidang ekonomi.

II. Weaknesses (Kelemahan)
1.      Belum tersedianya lembaga dakwah di level struktural yang  bertanggungjawab mengelola dan menkoordinasikan  perekonomian di wilayah.
2.      Belum adanya kesamaan visi dan misi dalam memandang dakwah di bidang ekonomi
3.      Masing-masing kader bergerak sendiri-sendiri dalam menggerakkan perekonomiannya.

III. Opportunities (Kesempatan)
1.      Meningkatnya jumlah kompleks perumahan dan jumlah penduduk yang merupakan pangsa pasar yang potensial.
2.      Mayoritas penduduk di kompleks-kompleks perumahan memiliki daya beli yang relatif lebih baik.
3.      Terdapat potensi lokal yang dapat dikembangkan antara lain; pertanian, tanaman hias, dan tanaman buah.

IV. Threats (Ancaman)
1.      Banyaknya amanat yang diemban kader menyebabkan tidak fokusnya kader dalam melaksanakan target-terget dakwah di bidang ekonomi.
2.      Naiknya harga minyak dunia menyebabkan industri melakukan efisiensi, yang salah satunya adalah melakukan PHK kepada pegawainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar